Camaras Kamala Hari
San Francisco District Attorney
Kamala Harris was first elected to office in 2003 as the San Francisco district attorney.
In 2003, Harris defeated incumbent Terence Hallinan, her former boss, to become San Francisco’s district attorney. While serving in the role, she launched the “Back on Track” initiative, which cut recidivism by offering job training and other educational programs for low-level offenders. However, Harris also drew criticism for adhering to a campaign pledge and refusing to seek the death penalty for a gang member convicted of the 2004 killing of police officer Isaac Espinoza.
Presidential Campaign
On January 21, 2019, during a Martin Luther King Jr. Day interview on Good Morning America, Harris announced she was running for president in 2020. One of the top Democratic candidates, the California senator joined a field that already included Massachusetts Senator Elizabeth Warren and New York Senator Kirsten Gillibrand in a bid to push President Donald Trump from the White House after one term.
One week after her GMA announcement, Harris formally kicked off her campaign before an estimated 20,000 supporters at Frank Ogawa Plaza in Oakland, California. She remained near the top of the Democratic polls over the following weeks, withstanding the brouhaha that ensued when she admitted to smoking marijuana in a February interview and another when an animal rights activist confronted her onstage at a political event in June.
Harris stood out as one of the top performers of the first Democratic primary debate in late June, garnering headlines for taking Joe Biden to task over his history of opposing federal busing for school integration. During the second debate the following month, she found herself a target of attacks, with Biden and the rest criticizing her healthcare plan and aspects of her record as California attorney general.
Her support in the polls slipping by the fall of 2019, Harris sought to thrust herself back into the top tier by calling for the impeachment of Trump over his dealings with Ukraine and a focus on women’s access to reproductive health care. Meanwhile, her campaign staff reportedly bickered over strategy and the chain of command, the dysfunction noted in a resignation letter from the state operations director that became public via The New York Times.
In early December 2019, Harris announced she was ending her once-promising presidential campaign. But months later, she had another chance to make it on the Democratic ticket.
Superheroes Are Everywhere
Pemilihan presiden 2024
Pada 21 Juli 2024, presiden petahana dan calon presiden dari Partai Demokrat Joe Biden memutuskan untuk mundur dari kampanye pemilihan ulang 2024 dan mendukung Kamala Harris sebagai penggantinya.[282] Harris kemudian didukung oleh Jimmy Carter, Bill Clinton, Hillary Clinton, Barack Obama, Michelle Obama, Congressional Black Caucus, dan lainya.[283][284] Ia bahkan didukung oleh Megawati Soekarnoputri dari PDI Perjuangan yang menyatakan kekagumannya terhadap Kamala Harris.[285][286] Dalam 24 jam pertama sebagai calon presiden, Kamala Harris berhasil mengumpulkan dana sebesar $81 juta dalam bentuk donasi, jumlah tertinggi dalam satu hari yang pernah dikumpulkan oleh kandidat presiden mana pun dalam sejarah pemilu AS.[287] Bila terpilih, Kamala Harris bisa menjadi wanita pertama dan orang Asia-Amerika pertama yang menjadi presiden AS, dan orang kulit hitam kedua yang menjadi presiden setelah Barack Obama.[288]
Pada 22 Agustus 2024, tepat pada hari keempat Konvensi Nasional Demokrat, Kamala Harris secara resmi menerima mandat percalonannya sebagai calon presiden dari Partai Demokrat, berjanji untuk bekerja untuk seluruh rakyat Amerika Serikat.[289]
Pada 2005, National Black Prosecutors Association menganugerahi Harris dengan Thurgood Marshall Award. Harris bersama dengan 19 wanita lainnya termasuk dalam profil "20 Wanita Paling Kuat di Amerika" yang diterbutkan oleh Newsweek.[290] Sebuah artikel New York Times pada 2008 yang diterbitkan akhir tahun itu juga mengidentifikasi dia sebagai seorang wanita dengan potensi untuk menjadi presiden Amerika Serikat, menyoroti reputasinya sebagai "pejuang yang tangguh".[291]
Pada 2013, Time menyebut Harris sebagai salah satu dari "100 Orang Paling Berpengaruh di Dunia".[292] Pada 2016, 20/20 Bipartisan Justice Center menganugerahi Harris the Bipartisan Justice Award bersama dengan Senator Tim Scott.[293] Biden dan Harris bersama-sama dinobatkan sebagai Time Person of the Year untuk 2020.[294]
Pada 15 Mei 2015, Harris mendapatkan gelar kehormatan Doctor of Law dari Universitas California Selatan.[295][296][297] Kemudian pada 13 Mei 2017, ia mendapatkan gelar kehormatan Doctor of Humane Letters dari Howard University.[298][299]
Harris menikah dengan pengacara Doug Emhoff pada 22 Agustus 2014, di Santa Barbara, California, setelah melajang 50 tahun.[300] Harris adalah ibu tiri dari dua anak Emhoff dari pernikahan sebelumnya dengan produser film Kerstin Emhoff.[301] Pada Agustus 2019, Harris dan suaminya diperkirakan memiliki kekayaan bersih $ 5,8 juta.[302] Pada 2001, dia secara singkat berkencan dengan Montel Williams, mantan pembawa acara The Montel Williams Show.[303]
Harris adalah seorang Amerika multiras dan seorang Baptis, ia memegang keanggotaan di Third Baptist Church of San Francisco, yang merupakan bagian dari American Baptist Churches USA.[304][305][306][307] Kakaknya, Maya, adalah seorang pengacara dan analis politik MSNBC; saudara iparnya, Tony West, adalah penasihat umum Uber dan mantan pejabat senior Departemen Kehakiman Amerika Serikat.[308] Keponakannya, Meena, adalah pendiri Phenomenal Women Action Campaign dan mantan kepala strategi dan kepemimpinan di Uber.[309]
Harris telah menulis dua buku non-fiksi dan satu buku anak-anak.
Attorney General of California (2011–2017)
Harris was elected Attorney General of California in 2010, becoming the first woman, African American, and South Asian American to hold the office in the state's history.[56] She took office on January 3, 2011, and was reelected in 2014.[57] She served until resigning on January 3, 2017, to take her seat in the United States Senate.
In 2010, Harris announced her candidacy for attorney general and was endorsed by prominent California Democrats, including U.S. Senators Dianne Feinstein and Barbara Boxer and House Speaker Nancy Pelosi.[58] She won the Democratic primary and narrowly defeated Republican nominee Steve Cooley in the general election.[59] Her tenure was marked by significant efforts in consumer protection, criminal justice reform, and privacy rights.
In 2014, Harris was reelected, defeating Republican nominee Ronald Gold with 58% of the vote.[57] During her second term, she expanded her focus on consumer protection, securing major settlements against corporations like Quest Diagnostics,[60] JPMorgan Chase,[61] and Corinthian Colleges,[62][63] recovering billions for California consumers. She spearheaded the creation of the Homeowner Bill of Rights to combat aggressive foreclosure practices during the housing crisis, recording multiple nine-figure settlements against mortgage servicers.[64][65] Harris also worked on privacy rights. She collaborated with major tech companies like Apple, Google, and Facebook to ensure that mobile apps disclosed their data-sharing practices.[66][67] She created the Privacy Enforcement and Protection Unit, focusing on cyber privacy and data breaches.[67] California secured settlements with companies like Comcast and Houzz for privacy violations.[68][69]
Harris was instrumental in advancing criminal justice reform. She launched the Division of Recidivism Reduction and Re-Entry and implemented the Back on Track LA program, which provided educational and job training opportunities for nonviolent offenders.[70][71] Despite her focus on reform, Harris faced criticism for defending the state's position in cases involving wrongful convictions[72] and for her office's stance on prison labor.[73][74] She continued to advocate for progressive reforms, including banning the gay panic defense in California courts[75][76] and opposing Proposition 8, the state's same-sex marriage ban.[77][78][79]
Senat Amerika Serikat (2017–2021)
Setelah lebih dari 20 tahun menjabat sebagai Senat Amerika Serikat untuk California, Senator Barbara Boxer mengumumkan pada Januari 2015 bahwa dia tidak akan mencalonkan diri kembali pada 2016. Harris mengumumkan pencalonannya untuk kursi Senat pada minggu berikutnya.[186] Harris adalah pesaing utama sejak awal kampanyenya.[187]
Pemilihan Senat California 2016 menggunakan format baru dimana dua kandidat teratas di pemilihan utama akan maju ke pemilihan umum terlepas dari partainya. Pada Februari 2016, Harris memenangkan 78% suara Partai Demokrat California di konvensi partai, sehinggu kampanye Harris dapat menerima dukungan keuangan dari partai tersebut. Tiga bulan kemudian, Gubernur Jerry Brown menyatakan dukungannya.[188] Dalam 7 Juni, Harris berada di urutan pertama dengan 40% suara dan menang dengan pluralitas di sebagian besar kabupaten. Harris menghadapi anggota kongres dan sesama Demokrat Loretta Sanchez dalam pemilihan umum. Ini adalah pertama kalinya seorang Republikan tidak muncul dalam pemilihan umum untuk Senat sejak California mulai memilih senator secara langsung pada 1914.[189]
Pada 19 Juli, Presiden Barack Obama dan Wakil Presiden Joe Biden menyatakan dukungannya untuk Harris.[190] Dalam pemilihan November 2016, Harris mengalahkan Sanchez, merebut lebih dari 60% suara, menang di semua kecuali empat kabupaten.[191] Setelah kemenangannya, ia berjanji untuk melindungi para imigran dari kebijakan Presiden terpilih Donald Trump dan mengumumkan niatnya untuk tetap menjadi Jaksa Agung hingga akhir 2016.[192][193]
Pada 28 Januari 2017, setelah Trump menandatangani Perintah Eksekutif 13769, yang melarang warga negara dari beberapa negara mayoritas Muslim memasuki Amerika Serikat selama sembilan puluh hari, dia mengutuk perintah tersebut. Perintah tersebut merupakan salah satu dari banyak yang disebut sebagai Muslim Ban.[194] Dia menelepon kepala staf Gedung Putih John F. Kelly untuk mengumpulkan informasi dan menolak perintah eksekutif.[195]
Pada Februari 2017, Harris menyatakan bahwa ia menentang pemilihan Betsy DeVos untuk Menteri Pendidikan Amerika Serikat,[196] dan juga Jeff Sessions, untuk Jaksa Agung Amerika Serikat.[197] Pada awal Maret, dia meminta Sessions untuk mengundurkan diri, setelah dilaporkan bahwa Sessions berbicara dua kali dengan Duta Besar Rusia untuk Amerika Serikat Sergey Kislyak.[198]
Pada April 2017, Harris menentang konfirmasi Neil Gorsuch untuk Mahkamah Agung Amerika Serikat.[199] masih pada bulan yang sama, Harris melakukan perjalanan luar negeri pertamanya ke Timur Tengah, mengunjungi pasukan California yang ditempatkan di Irak dan kamp pengungsi Zaatari di Yordania, kamp terbesar bagi pengungsi Suriah.[200]
Pada Juni 2017, Harris mendapatkan perhatian media atas interogasinya terhadap Rod Rosenstein, wakil jaksa agung, atas peran yang dimainkannya dalam pemecatan James Comey, direktur Biro Investigasi Federal pada Mei 2017.[201] Interogasi tersebut menyebabkan Senator John McCain, anggota ex officio dari Komite Intelijen, dan Senator Richard Burr, ketua komite, menyela dan meminta agar Harris lebih menghormati saksi. Seminggu kemudian, dia bertanya kepada Jeff Sessions, jaksa agung, tentang topik yang sama. Sessions mengatakan pertanyaannya "membuatku gugup".[202] Tindakan Burr untuk menyela Harris memicu komentar di media berita bahwa perilakunya seksis, dengan komentator berpendapat bahwa Burr tidak akan memperlakukan rekan Senat laki-laki dengan cara yang sama.[203]
Pada Desember 2017, Harris mengatakan pengunduran diri Senator Al Franken, dengan menegaskan di Twitter, "Pelecehan dan perilaku seksual yang salah tidak boleh diizinkan oleh siapa pun dan tidak boleh terjadi di mana pun."[204]
Pada Januari 2018, Harris diangkat ke Komite Kehakiman Senat Amerika Serikat setelah pengunduran diri Al Franken.[205] Masih pada bulan yang sama, Harris bertanya kepada Menteri Keamanan Dalam Negeri Kirstjen Nielsen yang lebih menyukai imigran Norwegia daripada yang lainnya. Ia menyatakan bahwa ia tidak menyadari bahwa Norwegia adalah negara yang didominasi kulit putih.[206][207]
Pada Mei 2018, Harris dengan sengit menanyai Menteri Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat Nielsen tentang kebijakan pemisahan keluarga pemerintahan Trump, di mana anak-anak dipisahkan dari keluarga mereka ketika orang tua ditahan karena memasuki Amerika Serikat secara ilegal.[208] Pada Juni 2018, setelah mengunjungi salah satu fasilitas penahanan dekat perbatasan di San Diego,[209] Harris menjadi senator pertama yang menuntut pengunduran diri Nielsen.[210]
Pada sidang konfirmasi Mahkamah Agung Brett Kavanaugh, Harris menanyai Brett Kavanaugh tentang pertemuan yang mungkin dia lakukan terkait Investigasi Mueller dengan anggota firma hukum Kasowitz Benson Torres. Firma hukum tersebut didirikan oleh Marc Kasowitz yang juga adalah pengacara pribadi Presiden Trump. Kavanaugh tidak dapat menjawab dan berulang kali menangkis.[211] Harris juga berpartisipasi dalam mempertanyakan lingkup investigasi terbatas oleh direktur FBI dalam kasus Kavanaugh terkait tuduhan penyerangan seksual. Dia memilih menentang konfirmasinya.[212]
Harris menjadi target upaya pengeboman melalui surat di Amerika Serikat pada Oktober 2018.[213][214]
Pada Desember 2018, Senat mengesahkan Justice for Victims of Lynching Act (S. 3178) yang disponsori oleh Harris.[215] RUU kemudian tidak berhasil disahkan pada tingkat DPR. RUU itu akan menjadikan penghakiman massa sebagai kejahatan rasial secara federal.[216]
Pada Maret 2019, setelah Jaksa Khusus Robert Mueller menyerahkan laporan tentang campur tangan Rusia dalam pemilu 2016, Harris kemudian meminta Jaksa Agung Amerika Serikat William Barr untuk bersaksi di depan Kongres untuk kepentingan transparansi.[217] Dua hari kemudian, Barr merilis empat halaman "ringkasan" dari Laporan Mueller yang telah diedit, yang dikritik sebagai kesalahan karakterisasi yang disengaja dari kesimpulannya.[218] Pada akhir bulan itu, Harris adalah salah satu dari dua belas senator Demokrat yang menandatangani surat yang dipimpin oleh Mazie Hirono mempertanyakan keputusan Barr untuk memberikan "kesimpulannya sendiri bahwa tindakan Presiden tidak berarti menghalangi keadilan" dan meminta penyelidikan apakah ringkasan kesimpulan Laporan Mueller oleh Barr dan juga pernyataannya pada konferensi pers menyesatkan.[219]
Pada 1 Mei 2019, Barr bersaksi di depan Komite Kehakiman Senat. Selama persidangan, Barr tetap menentang bahwa adanya kesalahan representasi dalam ringkasan empat halaman yang telah dirilisnya sebelum laporan lengkapnya.[220] Ketika ditanya oleh Harris apakah dia telah meninjau bukti yang mendasari sebelum memutuskan untuk tidak menuntut Presiden atas menghalangi keadilan, Barr mengakui bahwa ia, Rod Rosenstein, dan siapa pun di kantornya meninjau bukti yang mendukung laporan tersebut sebelum membuat keputusan tuntutan.[221] Harris kemudian meminta Barr untuk mengundurkan diri, dan menuduhnya menolak untuk menjawab pertanyaannya karena dia dapat menempatkan dirinya akan sumpah palsu, dan menyatakan tanggapannya mendiskualifikasi dia dari melayani sebagai jaksa agung Amerika Serikat.[222][223] Dua hari kemudian, Harris menuntut lagi agar Departemen Kehakiman Inspektur Jenderal Michael E. Horowitz menyelidiki apakah Jaksa Agung Barr mendapatkan tekanan dari Gedung Putih untuk menyelidiki musuh politik Trump.[224]
Pada November 2019, Harris meminta penyelidikan atas kematian Roxsana Hernández, seorang wanita transgender dan imigran yang meninggal dalam tahanan ICE.[225][226]
Pada Desember 2019, Harris memimpin sekelompok senator Demokrat dan organisasi hak-hak sipil dalam menuntut pemecatan penasihat senior Gedung Putih Stephen Miller setelah email yang diterbitkan oleh Southern Poverty Law Center mengungkapkan seringnya literatur nasionalis kulit putih yang dipromosikan menjadi editor situs Breitbart.[227]
Sebelum pembukaan persidangan pemakzulan Donald Trump pada 16 Januari 2020, Harris menyampaikan di lantai Senat tentang pandangannya bahwa integritas sistem peradilan Amerika Serikat dan prinsip yang berlaku untuk semua orang dan tidak ada seorangpun, termasuk presiden, yang dapat menghindarinya. Harris kemudian meminta ketua Komite Kehakiman Senat Lindsey Graham untuk menghentikan semua nominasi yudisial selama persidangan pemakzulan, yang disetujui oleh Graham.[228][229] Harris memilih untuk menghukum presiden atas tuduhan penyalahgunaan kekuasaan dan menghalangi Kongres.[230]
Harris telah mengerjakan RUU bipartisan dengan sponsor pendukung Partai Republik, termasuk RUU reformasi dengan Senator Rand Paul,[231] RUU keamanan pemilu dengan Senator James Lankford,[232] dan RUU pelecehan di tempat kerja dengan Senator Lisa Murkowski.[233]
Setelah terpilih sebagai Wakil Presiden Amerika Serikat, Harris akan mengundurkan diri dari kursinya sebagai Senat sebelum menjabat pada 20 Januari 2021. Ia akan digantikan oleh Sekretaris Negara Bagian California Alex Padilla.[234]
Harris adalah anggota dari komite berikut:[235]
Committee assignments
While in the Senate, Harris was a member of the following committees:[148]
California Attorney General
Harris continued her political ascent by narrowly beating Los Angeles County District Attorney Steve Cooley for California attorney general in November 2010. As the first African American and woman to hold the position, she quickly made an impact by pulling out of negotiations for a settlement from the country’s five largest financial institutions for improper mortgage practices. Eventually, in 2012, she scored a $20 million payout, five times the original proposed figure for her state.
The attorney general also made waves for her refusal to defend Proposition 8, a 2008 California ballot measure that outlawed same-sex marriage. The constitutional amendment was later deemed unconstitutional by a federal court. After the U.S. Supreme Court dismissed an attempt to appeal the ruling in 2013, Harris officiated the first same-sex marriage in California since Prop 8 passed.
Elsewhere, Harris oversaw a successful lawsuit against the false advertising of the for-profit Corinthian Colleges chain and continued legal pursuit of the classified advertising service Backpage, which led to its CEO pleading guilty to facilitating prostitution and money laundering after she moved on to the U.S. Senate.
During her Senate term, Kamala Harris became a well-known member of the chamber’s Judiciary Committee.
In November 2016, Harris handily defeated Congresswoman Loretta Sanchez for a U.S. Senate seat from California, becoming just the second Black woman and the first South Asian American to enter the chamber. She served on the Senate’s Homeland Security and Governmental Affairs Committee, the Select Committee on Intelligence, as well as the Judiciary and Budget committees.
Harris made a name for herself from her spot on the Judiciary Committee, particularly for her pointed questioning of Brett Kavanaugh, who was accused of sexual assault after being nominated for the Supreme Court in 2018, and of then-U.S. Attorney General Jeff Sessions during a 2017 hearing that delved into alleged collusion between President Donald Trump’s campaign team and Russian agents.
The senator supported a single-payer healthcare system and introduced legislation to increase access to outdoor recreation sites in urban areas and provide financial relief in the face of rising housing costs. She resigned from the Senate in January 2021, two days before taking office as U.S. vice president.
Presidential Campaign
With President Joe Biden, Harris began running for a second term in the 2024 presidential election. Their incumbent ticket faced few Democratic challengers and earned almost 3,900 delegates in primary races, all but assuring the Democratic nomination.
However, on July 21, 2024, Biden announced he was dropping out of the race and endorsed Harris as the preferred Democratic nominee to face former President Donald Trump for the White House in November. “I will do everything in my power to unite the Democratic Party—and unite our nation—to defeat Donald Trump,” Harris said ahead of the Democratic National Convention in late August.
Support for Harris’ candidacy built quickly, and on August 5, a majority of Democratic delegates approved her as the party’s nominee for the general election. The next day, Harris selected Minnesota Governor Tim Walz as her running mate. The breakneck speed of her campaign continued when she officially accepted the Democratic presidential nomination on August 22. She became the first Black woman and Asian American to lead a major party’s ticket.
Ultimately, her campaign failed to convince enough voters to support her in the November general election. She and Walz lost to Trump and vice president–elect JD Vance.
Harris published two books in early 2019: The Truths We Hold: An American Journey, which reflects on her personal relationships and upbringing, and Superheroes Are Everywhere, another memoir rendered in picture-book form for kids. She first became an author in 2009 with Smart on Crime: A Career Prosecutor’s Plan to Make Us Safer, which explores her philosophy and ideas for criminal justice reform.
San Francisco District Attorney (2002–2011)
In 2002, Harris ran for District Attorney of San Francisco,[31] running a "forceful" campaign[32][33] and differentiating herself from Hallinan by attacking his performance.[34] Harris won the election with 56% of the vote, becoming the first person of color elected district attorney of San Francisco.[35] She ran unopposed for a second term in 2007.[36]
Within the first six months of taking office, Harris cleared 27 of 74 backlogged homicide cases.[37] She also pushed for higher bail for criminal defendants involved in gun-related crimes, arguing that historically low bail encouraged outsiders to commit crimes in San Francisco. SFPD officers credited Harris with tightening the loopholes defendants had used in the past.[38] During her campaign, Harris pledged never to seek the death penalty,[39] and kept to this in the cases of a San Francisco Police Department officer, Isaac Espinoza, who was shot and killed in 2004,[40][41] and of Edwin Ramos, an illegal immigrant and alleged MS-13 gang member who was accused of murdering a man and his two sons in 2009.[42][43]
Harris created a Hate Crimes Unit, focusing on hate crimes against LGBT children and teens in schools,[44] and supported A.B. 1160, the Gwen Araujo Justice for Victims Act.[45] As District Attorney, she created an environmental crimes unit in 2005.[46] Harris expressed support for San Francisco's sanctuary city policy of not inquiring about immigration status in the process of a criminal investigation.[47] In 2004, she created the San Francisco Reentry Division.[48] Over six years, the 200 people graduated from the program had a recidivism rate of less than 10%, compared to the 53% of California's drug offenders who returned to prison within two years of release.[49][50][51]
In 2006, as part of an initiative to reduce the city's homicide rate, Harris led a citywide effort to combat truancy for at-risk elementary school youth in San Francisco.[52] In 2008, declaring chronic truancy a matter of public safety and pointing out that the majority of prison inmates and homicide victims are dropouts or habitual truants,[53] she issued citations against six parents whose children missed at least 50 days of school, the first time San Francisco prosecuted adults for student truancy.[54] Harris's office ultimately prosecuted seven parents in three years, with none jailed.[55] By April 2009, 1,330 elementary school students were habitual or chronic truants, down 23% from 1,730 in 2008, and from 2,517 in 2007 and 2,856 in 2006.[55]